Minggu, 30 April 2017

Tugas 1 Pendidikan kewarganegaraan

Pulau Di Indonesia Yang Berbatasan Dengan Negara Tetangga

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai sekitar 81.900 kilometer dengan letak geografis 6°LU – 11°08’LS dan dari 95°’BT – 141°45’BT dan garis pantai sebesar 81.900 km. Indonesia memiliki wilayah perbatasan dengan banyak negara tetangga baik perbatasan darat maupun perbatasan laut. Batas darat (kontinen) wilayah Indonesia berbatasan langsung dengan Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste, sedangkan batas laut (maritim) negara Indonesia berbatasan langsung dengan India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Papua Nugini, Australia dan Timor Leste. Wilayah perbatasan laut pada umumnya berupa pulau-pulau terluar yang jumlahnya 92 pulau dan termasuk pulau-pulau kecil.

Batas wilayah negara Indonesia dengan negara yang bersangkutan baik itu batasan darat maupun batasan laut banyak mengalami kontroversi. Perbatasan yang terdapat didaratan suatu wilayah biasanya ditandai dengan titik atau patok yang sudah menjadi kesepakatan bersama antara pemerintah negara-negara yang memiliki batas satu daratan dengan bukti kesepakatan yang ditandatangani bersama dibawah naungan Dewan Keamanan PBB yang menangani tentang perbatasan suatu batas negara berdaulat. Selain ditandai dengan titik atau patok, perbatasan batas wilayah negara berdaulat bisa juga ditandai dengan bentangan memanjang bangunan berbentuk pagar batas yang tentunya berdasarkan kesepakatan bersama pula.

Sementara itu yang masih sangat sulit untuk ditandai dan dibuktikan dengan tanda yang akurat adalah soal tanda batas perbatasan wilayah yang memisahkan satu negara dengan negara lain yang berhubungan dengan perbatasan maritim. Disinilah yang sering kali terjadi konflik antar negara.

  • Perbatasan Indonesia-Singapura

Penambangan pasir laut di perairan sekitar Kepulauan Riau yakni wilayah yang berbatasan langsung dengan Sinagpura, telah berlangsung sejak tahun 1970. Kegiatan tersebut telah mengeruk jutaan ton pasir setiap hari dan mengakibatkan kerusakan ekosistem pesisir pantai yang cukup parah. Selain itu mata pencaharian nelayan yang semula menyandarkan hidupnya di laut, terganggu oleh akibat penambangan pasir laut. Kerusakan ekosistem yang diakibatkan oleh penambangan pasir laut telah menghilangkan sejumlah mata pencaharian para nelayan.
Penambangan pasir laut juga mengancam keberadaan sejumlah pulau kecil karena dapat menenggelamkannya, misalnya kasus Pulau Nipah. Tenggelamnya pulau-pulau kecil tersebut menimbulkan kerugian besar bagi Indonesia, karena dengan perubahan pada kondisi geografis pantai akan berdampak pada penentuan batas maritim dengan Singapura di kemudian hari.


  • Perbatasan Indonesia-Malaysia

Penentuan batas maritim Indonesia-Malaysia di beberapa bagian wilayah perairan Selat Malaka masih belum disepakati ke dua negara. Ketidakjelasan batas maritim tersebut sering menimbulkan friksi di lapangan antara petugas lapangan dan nelayan Indonesia dengan pihak Malaysia.
Demikian pula dengan perbatasan darat di Kalimantan, beberapa titik batas belum tuntas disepakati oleh kedua belah pihak. Permasalahan lain antar kedua negara adalah masalah pelintas batas, penebangan kayu ilegal, dan penyelundupan. Forum General Border Committee (GBC) dan Joint Indonesia Malaysia Boundary Committee (JIMBC), merupakan badan formal bilateral dalam menyelesaikan masalah perbatasan kedua negara yang dapat dioptimalkan.


  • Perbatasan Indonesia-Filipina

Belum adanya kesepakatan tentang batas maritim antara Indonesia dengan Filipina di perairan utara dan selatan Pulau Miangas, menjadi salah satu isu yang harus dicermati. Forum RI-Filipina yakni Joint Border Committee (JBC) dan Joint Commission for Bilateral Cooperation (JCBC) yang memiliki agenda sidang secara berkala, dapat dioptimalkan menjembatani permasalahan perbatasan kedua negara secara bilateral.

  • Perbatasan Indonesia-Australia

Perjanjian perbatasan RI-Australia yang meliputi perjanjian batas landas kontinen dan batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) mengacu pada Perjanjian RI-Australia yang ditandatangani pada tanggal 14 Maret 1997. Penentuan batas yang baru RI-Australia, di sekitar wilayah Celah Timor perlu dibicarakan secara trilateral bersama Timor Leste.

  • Perbatasan Indonesia-Papua Nugini

Indonesia dan PNG telah menyepakati batas-batas wilayah darat dan maritim. Meskipun demikian, ada beberapa kendala kultur yang dapat menyebabkan timbulnya salah pengertian. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antar penduduk yang terdapat di kedua sisi perbatasan, menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional dapat berkembang menjadi masalah kompleks di kemudian hari.

  • Perbatasan Indonesia-Vietnam

Wilayah perbatasan antara Pulau Sekatung di Kepulauan Natuna dan Pulau Condore di Vietnam yang berjarak tidak lebih dari 245 mil, memiliki kontur landas kontinen tanpa batas benua, masih menimbulkan perbedaan pemahaman di antara ke dua negara. Pada saat ini kedua belah pihak sedang melanjutkan perundingan guna menentukan batas landas kontinen di kawasan tersebut.

  • Perbatasan Indonesia-India

Perbatasan kedua negara terletak antara pulau Rondo di Aceh dan pulau Nicobar di India. Batas maritim dengan landas kontinen yang terletak pada titik-titik koordinat tertentu di kawasan perairan Samudera Hindia dan Laut Andaman, sudah disepakati oleh kedua negara. Namun permasalahan di antara kedua negara masih timbul karena sering terjadi pelanggaran wilayah oleh kedua belah pihak, terutama yang dilakukan para nelayan.

  • Perbatasan Indonesia-Thailand

Ditinjau dari segi geografis, kemungkinan timbulnya masalah perbatasan antara RI dengan Thailand tidak begitu kompleks, karena jarak antara ujung pulau Sumatera dengan Thailand cukup jauh, RI-Thailand sudah memiliki perjanjian Landas Kontinen yang terletak di dua titik koordinat tertentu di kawasan perairan Selat Malaka bagian utara dan Laut Andaman. Penangkapan ikan oleh nelayan Thailand yang mencapai wilayah perairan Indonesia, merupakan masalah keamanan di laut. Di samping itu, penangkapan ikan oleh nelayan asing merupakan masalah sosio-ekonomi karena keberadaan masyarakat pantai Indonesia.

Beberapa bentuk konflik yang terjadi di perbatasan Indonesia antara lain adalah sebagai berikut: pada perbatasan Indonesia dengan Malaysia terjadi permasalahan pelintas batas, penebangan kayu ilegal, dan penyeludupan karena belum adanya batas yang jelas. Di perbatasan Indonesia dengan Australia terjadi permasalahan dengan banyaknya nelayan Australia yang memancing di celah timor, serta imigran gelap. Perbatasan Indonesia dengan Thailand masih menghadapi permasalan penangkapan ikan oleh nelayan asing. Perbatasan Indonesia dengan Timor Leste terjadi masalah dengan banyaknya pengungsi Timor Leste yang masih berada di wilayah Indonesia.
Mengingat ancaman – ancaman yang mungkin terjadi di wilayah perbatasan, yang dapat mengganggu kedaulatan negara Indonesia dibutuhkan langkah tegas tanpa pandang bulu oleh semua aparatur pemerintah, maupun aparat keamanan. Serta dibutuhkan juga partisipasi pemuda dalam membantu mengatasi konflik perbatasan. Jika mengetahui terjadinya kegiatan yang menjadi ancaman bagi negara, dapat menyalurkan ke media setempat, sehinga berita menyebar dengan cepat dan luas, atau dapat melapor kepada dinas – dinas terkait atau pemerintah kota melalui oraganisasi – organisasi yang ada di daerah. Sebagai pemuda yang sadar hukum, kita harus tahu batas antar negara paling tidak hukumnya, jangan melakukan pelanggaran yang dapat merugikan negara kita sendiri dan menguntungkan negara orang lain. Dukung pemerintah menyelesaikan masalah dengan melalui jalur perundingan, merupakan pilihan bijaksana. Karena pilihan yang kita tempuh adalah jalur perundingan, maka
sepatutnya pula bangsa Indonesia mempersiapkan reasoning yang kuat untuk
membuktikan kepada pihak lain (dunia internasional) . Pemerintah harus berhati – hati dalam mengambil tindakan, yang tidak mengancam keselamatan warga negara Indonesia. Selain itu dibutuhkan upaya yang nyata, seperti menempatkan prajurit TNI di pulau – pulau terluar untuk mengawasi perbatasan terluar guna menghindari terulangnya kasus Sipadan dan Ligitan yang lepas dari Indonesia, segera tuntaskan penamaan seluruh pulau kecil dan penempatan simbol – simbol kepemilikan dan kedaulatan (bangunan atau tanda – tanda tertentu) di pulau – pulau terluar, tuntaskan batas wilayah dengan koordinasi dan bekerjasama dengan semangat tetap menjaga hubungan bilateral. Mencari solusi yang paling tepat untuk mengatasi insiden dan mencegah peristiwa berulang lagi. Perundingan perbatasan bisa dipercepat dengan niat dan tujuan yang baik agar insiden bisa dicegah. Terus dorong negara – negara yang mengalami konflik perbatsan dengan kita untuk segera sama – sama menyelesaikan batas wilayahh yang sering memicu benturan agar persahabatn semakin berkembang.

Dengan melihat kegiatan operasi terpisah menurut sasaran, tempat dan waktu, serta dilaksanakan oleh berbagai macam kesatuan, untuk itu interaksi dan koordinasi antar kesatuan dalam melaksanakan kegiatan operasi sangat diperlukan untuk mencapai hasil yang optimal. Kerjasama dalam kegiatan operasi harus tanggap terhadap setiap perkembangan keadaan dan setiap perubahan yang ada, dalam hal ini diperlukan “fleksibilitas dalam berfikir dan bertindak”. Kerjasama tersebut diwujudkan antara lain:
1) KRI dengan KRI. Dalam melaksanakan operasi penegakan kedaulatan dan keamanan di laut, intensitas kehadiran KRI tentunya sangat diperlukan dalam deterrence effect. Koordinasi dan kerjasama antar KRI di laut sangat penting dan perlu ditingkatkan sehingga tugas yang dibebankan dapat terlaksana dengan baik.
2) KRI dengan Pesud (TNI AL dan TNI AU). Kerjasama antara KRI dan Pesud (Pesawat Udara) merupakan faktor utama kesuksesan penerapan pola operasi yang menitik beratkan pada informasi yang didapat, dimana pada pelaksanaannya Pesud melaksanakan patroli guna mengkonfirmasikan data intelijen maupun mendapatkan sasaran untuk diteruskan kepada KRI yang berada pada titik terdekat dari daerah operasi atau di pangkalan. Hal ini dimaksudkan agar informasi yang didapatkan bersifat real-time dan dapat langsung diaksi baik oleh KRI maupun Pesawat Udara.
3) KRI dengan Pangkalan TNI AL dan TNI AD. Pangkalan TNI AL merupakan kekuatan pendukung bagi unsur-unsur KRI dalam pelaksanaan operasi di laut, khususnya selain dukungan logistik dan perawatan personel, pangkalan TNI AL harus mampu bekerja sama dengan kekuatan darat (TNI AD) dalam hal saling memberikan data-data intelijen yang akurat bagi satuan-satuan yang beroperasi. Kerjasama ini akan sangat mempengaruhi keberhasilan satuan-satuan dalam melaksanakan suatu operasi. Instansi terkait.
4) Kerja sama antar instansi, dalam hal penegakan kedaulatan dan hukum seperti halnya dengan POLRI perlu dioptimalkan. Hal tersebut dengan tujuan agar semua proses penanganan / penindakan hukum dan pelanggaran yang terjadi dapat berjalan lancar sesuai kewenangan masing-masing sebagaimana diamanatkan dalam peraturan dan perundangan yang berlaku.